HAM atau yang sering dikenal dengan Hak Asasi Manusia, saat ini merupakan sebuah gagasan yang sangat populer. Ide ini meluas keseluruh penjuru dunia dan dianggap sebagai dewa penolong bagi umat manusia. Bahkan gagasan HAM sudah menjadi standar baik dan buruk bagi manusia. Segala perbuatan yang melanggar HAM dianggap tercela, sedangkan perbuatan yang sesuai dengan HAM dianggap terpuji.
Berabad-abad lamanya HAM telah mendasari ide perjuangan kemerdekaan di berbagai negara dalam menginspirasi perjuangan rakyat melawan tirani/para diktator. Tetapi, seiring berkembangnya jaman, HAM gagal sebagai spirit perjuangan rakyat terhadap kedzaliman, penindasan, dan kediktatoran. Bahkan lambat laun, secara konsepsi maupun realitanya banyak ditemukan kejanggalan-kejanggalan dibalik ide HAM.
Pelaksanaan the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) sering menggunakan standar ganda. Korporasi besar (MNCs) lewat aktivitasnya yang merusak lingkungan, menteror manusia, menjarah kekayaan alam sebuah negara, bahkan sering memberangus lembaga-lembaga yang berseberangan. Anehnya, perbuatan tersebut dibiarkan begitu saja atas nama kebebasan. Tetapi, ketika ada seseorang yang mencoba kritis terhadap kebijakan korporasi (MNCs), ia langsung diajukan ke pengadilan dan dikatakan melanggar HAM.
KONTRADIKSI HAM DALAM CENGKRAMAN KORPORASI
Kemunculan ide HAM berawal dari sebuah pandangan filsafat dan tradisi politik dalam konteks liberalisme. Liberalisme yang menjadikan kebebasan sebagai nilai politik yang utama, mempunyai akar sejarah di Eropa Barat pada abad kegelapan (The Dark Age). Nilai kebebasan menemukan puncaknya ketika Eropa mengalami era pencerahan. Kaum cendekiawan dan filosof berteriak lantang memperjuangkan dan mengagung-agungkan kebebasan demi meraih idealisme kebahagian umat manusia.
Dalam konteks sosial-kemasyarakatan, liberalisme menyakini bahwa individu-individu yang bebas merupakan pondasi masyarakat yang baik. Hal ini merupakan buah pikiran Locke yang tertuang dalam Two Treatises on Governement (1690), yang berbicara perihal dua konsep dasar kebebasan: (1) kebebasan ekonomi, yaitu hak untuk memiliki dan menggunakan kepemilikan; (2) kebebasan intelektual, di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat. Pemikiran khas empirisme dari Locke inilah yang menjadi pelopor lahirnya konsepsi modern HAM.
Gagasan tersirat dari ide ini menegaskan bahwa manusia akan menemukan eksistensinya ketika diberi kebebasan dalam hidupnya. Dengan akalnya, manusia akan mampu menggunakan kebebasannya secara optimal dalam berkreasi dan berekspresi. Disamping itu, kebebasan individu akan dibatasi oleh kebebasan orang lain sehingga akan memunculkan balance (keseimbangan). Maka dari itu siapapun boleh hidup dengan mengatasnamakan kebebasan dirinya.
Dalam implementasinya, ide kebebasan HAM banyak kontradiksinya. Individu, masyarakat, dan negara yang mengatasnamakan kebebasan HAM justru menimbulkan banyak kerusakan dan konflik sosial. Semakin HAM diterapkan oleh semua pihak, semakin menimbulkan banyak virus yang menghancurkan kehidupan manusia. Beberapa kontradiksi yang muncul pada kebebasan dalam HAM antara lain;
Pertama, HAM mendorong manusia untuk serakah dan membunuh manusia lain secara sistematis. Dengan adanya kebebasan ekonomi dalam konteks kebebasan kepemilikan yang dilandasi rasa ingin memiliki kekayaan sebesar-besarnya. Manusia akan berpikir bagaimana mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Prinsipnya cukup sederhana, mengumpulkan kekayaan merupakan hak asasi manusia, maka orang akan berpikir seribu satu cara untuk meraup untung sebesar-besarnya, walaupun cara yang dia tempuh merugikan banyak orang.
Logika inilah yang diterapkan oleh korporasi multinasional (MNCs). Demi melaksanakan hak asasi manusianya dalam meraup keuntungan, para korporasi ini akhirnya tidak mempedulikan berapa nyawa sekalipun yang sudah jadi tumbalnya. Sebut saja korporasi bernama ‘Merck’, perusahaan ini tercatat telah mengakibatkan tercabutnya 55.000 orang meninggal dunia. Adalah Dr. David Graham, pegawai pada Unit Keamanan Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration, FDA) yang kesaksiannya sebelum rapat komite senat mengguncangkan publik AS. Riset Graham mencatat sekitar 88.000 sampai 139.000 orang di AS menderita serangan jantung atau stroke akibat meminum obat radang sendi Vioxx buatan Merck. “Sekitar 40 persen dari jumlah tersebut, atau sekitar 35.000-55.000 orang, meninggal”, kata Graham.
Kedua, Dengan menggunakan HAM, korporasi multinasional tersebut melancarkan isu berkeinginan membantu beberapa negara berkembang. Membantu dalam menyelesaikan problem pengelolaan sumber daya alam yang selama ini belum optimal. Tetapi keyataannya, hal ini hanya merupakan kedok semata untuk bisa merampok kekayaan alam yang ada pada sebuah negara.
Korporasi multinasional (MNCs) ini akhirnya merampok kekayaan SDA di wilayah negara-negara berkembang. Adanya eksploitasi SDA yang rakus, membawa dampak pada pemiskinan dan penderitaan global rakyat kecil. Ujung-ujungnya kekayaan berkumpul hanya pada segelintir orang saja. Contoh yang sangat nyata terjadi di negeri kita, dimana beberapa korporasi asing telah menjarah, menguasai, mengeksploitasi kekayaan alam. Sedangkan negeri Indonesia di telantarkan dalam kondisi yang serba kekurangan.
Dari hasil perampokan mereka mengatasnamakan HAM, mereka mendapatkan banyak sekali keuntungan finansial. Dalam laporan pendapatannya untuk tahun 2007, pihak ExxonMobil memperoleh keuntungan sebesar $40.6 Billion atau setara dengan Rp3.723.020.000.000.000 (dengan kurs rupiah 9.170). Nilai penjualan ExxonMobil mencapai $404 billion, melebihi Gross Domestic Product (GDP) dari 120 negara di dunia. Setiap detiknya, ExxonMobil berpendapatan Rp 11.801.790, sedangkan perusahaan minyak AS lainnya, Chevron, melaporkan keuntungan yang diperolehnya selama tahun 2007 mencapai $18, 7 billion atau Rp171.479.000.000.000. Royal Ducth Shell menyebutkan nilai profit yang mereka dapatkan selama setahun mencapai $31 milyar atau setara dengan Rp 284.270.000.000.000.
Keuntungan yang diperoleh korporasi-korporasi Negara imperialis ini tidaklah setara dengan Produk Domestic Bruto (PDB) beberapa Negara dunia ketiga, tempat korporasi tersebut menghisap. Hingga akhir tahun 2007, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia belum sanggup menembus Rp4.000 Trilyun, untuk triwulan ke III tahun 2007 saja hanya mencapai Rp 2.901. trilyun. Untuk Negara penghasil minyak lainnya, Libya hanya 50.320 juta US$, Angola (44, 033 juta US$), Qatar (42, 463US$), Bolivia (11.163 juta US$), dan lain-lain.
Berkuasanya korporasi di beberapa negara berkembang sering menimbulkan kemiskinan secara kolektif dengan berkumpulnya harta segelintir orang kaya saja. Hasil penelitian oleh Prof Robert Reich, guru besar dari Harvard University yang pernah menjabat menteri perburuhan pemerintahan Presiden Clinton. Dia mengatakan bahwa dalam dunia yang sudah tanpa batas atau the borderless world, memang ada yang menikmati dan menjadi sangat kaya raya.
Ketiga, Oleh korporasi multinasional, HAM dijadikan senjata untuk merusak dan mencemari lingkungan. Dengan dalih bahwa mereka punya kebebasan dalam mengelola sebuah usaha/perusahaan tanpa diganggu pihak lain, maka apapun dampaknya merupakan suatu hal yang biasa dalam berusaha/bisnis.
Termasuk dampak yang ditimbulkan berupa pengrusakan dan pencemaran lingkungan, mereka merasa bahwa hal tersebut tidak masalah. Untuk pembenahan kerusakan lingkungan tersebut tanggung jawab pemerintah, padahal mereka (MNCs) yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
Laporan 6 Nopember 2009 dari Organisasi Non Pemerintah dan Masyarakat korban dari 10 propinsi di Pulau Sumatera dan Jawa telah menjadi saksi memburuknya kondisi social ekologis pulau Sumatera dalam lima tahun terakhir. Atas nama pembangunan, kekayaan pulau Sumatera dieksploitasi sebagai bahan mentah memenuhi kebutuhan Negara-negara industri dengan ongkos yang dibebankan kepada penghuni pulau. Akibatnya, kini krisis listrik akut terjadi di seluruh propinsi dan hampir separuh propinsi mengalami kebakaran hutan.
Pulau Sumatera menjadi tempat nyaman bagi industri boros lahan, air dan energi, yang tingkatnya telah mengancam ekosistem-ekosistem yang genting di pulau ini. Perusakan terjadi di kawasan pegunungan Bukit Barisan yag menyangga hulu-hulu sungai pulau Sumatera, deforestasi hutan-hutan dataran tinggi hingga perusakan kawasan rawa gambut dan hutan bakau di pesisir timur yang rata-rata mencapai 800 ha tiap tahunnya. Kini, lebih 500 perijinan Kuasa Pertambangan batubara, emas dan pasir besi dikeluarkan tanpa mempertimbangkan kerentanan pulau. Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan-lahan sawit terjadi pada lahan PT RAPP, IKPP dan anak anak perusahaannya . Telah membuat warga menanggung ongkosnya, di Pekanbaru tercatat sejak Mei-Agustus 2009 jumlah korban penyakit ISPA karena asap kebakaran mencapai 10.094 orang.
Maka dari ketiga realita tersebut, sebenarnya menggambarkan bahwa HAM telah menjebak umat manusia dalam berbagai macam penindasan. Tentu saja dengan adanya wajah baru penindasan via HAM, dunia akan di isi oleh manusia-manusia yang tidak bermoral. Kondisi duniapun berubah menjadi tatanan sosial yang penuh dengan tipu muslihat dan konflik manusia secara makro seperti saat ini.