Anak adalah aset bangsa sebagai bagian dari
generasi muda, anak berperan besar sabagai generasi penerus bangsa. Peran
strategi ini telah dikenal oleh masyarakat internasional untuk melahirkan
sebuah deklarasi dan konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai
mahkluk yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya. Anak
adalah orang yang dianggap belum mampu bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri dan masih berada di bawah tanggungan orang lain yaitu keluarga (orang
tua), masyarakat, pemerintah. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus
cita-cita perjuangan bangsa dan Sumber Daya Manusia yang berkualitas
Eksploitasi merupakan
pemerasan, pengusahaan, pendayagunaan penarikan keuntungan secara tidak wajar.
Eksploitasi anak adalah pemerasan atau penarikan keuntungan terhadap anak
secara tidak wajar. Oleh karena itu anak sebagai individu harus dilindungi
hak-haknya mempunyai ketentuan-ketentuan hak yang melekat padanya.
Pemandangan sudut kota
Jakarta yang dihiasi gedung-gedung pencakar langit yang mewah diwarnai dengan
rintihan perjuangan anak-anak dibawah umur mencari nafkah demi sesuap nasi.
Anak-anak ini seharusnya belajar dan bermain di sekolah. Namun, apa daya mereka
harus berkelahi dengan waktu, berjuang melawan kerasnya kehidupan dengan
mengorbankan semangat mereka untuk meneruskan cita-cita bangsa dan negara.
Akan tetapi, jangan
kita beranggapan bahwa eksploitasi anak hanya
terjadi di lahan yang ‘berbahaya dan kotor’ seperti tambang, pasar
ataupun jalanan. Yang mungkin kurang kita sadari selama ini adalah bahwa
eksploitasi anak juga terjadi di dunia yang penuh kemewahan yaitu dunia
keartisan
Banyak artis cilik di
negeri ini yang ‘dimanfaatkan’ oleh orang tuanya untuk mendulang rupiah.
Meskipun si anak merasa tidak terbebani, akan tetapi bagaimanapun juga mereka
tidak mendapatkan porsi yang cukup untuk menikmati masa bermain yang
sseharusnya mereka dapat.
Kondisi ini menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia tidak hanya mengalami masalah krisis ekonomi saja akan
tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis moral. Tidak kalah menariknya
adalah eksploitasi bayi dan anak-anak jalanan untuk kegiatan mengemis dilakukan
orang dewasa yang menjadi pemandangan sehari-hari di banyak ruas jalan-jalan
umum. Jumlah pengemis orang dewasa dengan cara menggendong bayi dan anak-anak
dengan berdiri dibawah terik matahari maupun guyuran hujan tampak terus
bertambah setiap hari.
Para orang tua dari anak itu sendiri dengan sengaja
memperkerjakan anaknya demi kepentingan ekonomi keluarga yang seharusnya bukan
anak yang menanggungnya. Pemerintah pun tidak dapat berbuat banyak. Setiap kali
mereka ‘ditertibkan’, mereka akan kembali lagi.
Eksploitasi bayi
dan anak itu tidak bisa dibiarkan dan harus segera dilakukan langkah-langkah
perlindungan dan hak-hak anak. Dalam UU RI No.4 tentang Kesejahteraan Anak, menyatakan bahwa
setiap anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak berhak atas pelayanan untuk
mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan
kepribadian bangsa, untuk menjadi warga yang baik dan berguna. Anak juga berhak
atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah
dilahirkan. Anak juga berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
Jadi, pada dasarnya hak-hak pokok
anak adalah hak untuk hidup yang layak, hak atas kesejahteraan, perawatan,
asuhan dan bimbingan untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, hak untuk
dilindungi, hak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga
yang baik dan berguna, hak untuk berperan serta, dan hak untuk memperoleh
pendidikan.
No comments:
Post a Comment